Selasa, 29 September 2015

marga sumsel


Pembentukan marga mengacu pada Undang-undang Simbur Cahaya, yaitu suatu kodifikasi ketentuan hukum kerajaan yang berlaku abad ke-17 di wilayah Kesultanan Palembang. Kodifikasi undang-undang itu dilakukan oleh Ratu Sinuhun Sending, permaisuri Sultan Sending Kenayan (1629 – 1636).

Hierarki pemerintahan di bawah sultan terdiri dari daerah-daerah yang dipimpin pejabat setingkat gubernur masa sekarang yang disebut Rangga, Kerangga, atau Tumenggung. Wilayah kekuasaannya disebut Ketemenggungan. Daerah kekuasaan Rangga terdiri beberapa Marga yang dipimpin Pesirah Marga. Para pesirah yang banyak berjasa kepada sultan diberi gelar Adipati atau Depati. Sebuah marga terdiri sejumlah desa yang dipimpin Kerio atau Proatin. Kepala desa yang di desanya terdapat Pesirah tidak disebut Kerio tetapi disebut Pembarap. Kedudukan pembarap sedikit lebih tinggi dari kerio, karena pembarap juga merupakan wakil Pesirah.



Marga
yang berkembang di Sumatera Selatan berasal dari 13 Suku..! Pertambahan ataupun penyebaran penduduk, merupakan salah satu penyebab terjadinya pemekaran suatu marga. Karena pemekaran itu, maka jumlah marga di Sumatera Selatan selalu bertambah dari masa ke masa. Menurut catatan yang dibuat pada tahun 1879
sampai dengan tahun 1932 seluruh marga yang ada di Sumatera Selatan pada waktu itu disebut Karesidenan Palembang berjumlah 175 marga. Pada tahun 1942, menjelang masa kemerdekaan, jumlah itu menjadi 176 marga, sedang pada masa kemerdekaan di awal masa orde baru, tahun 1968, berjumlah 178 marga. Pada tahun 1983, ketika marga-marga dibubarkan,  jumlah seluruh marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200.

Marga dipimpin oleh Pesirah sebagai Kepala Marga, Pembarap dan Krio sebagai Kepala dusun, Lebai Penghulu untuk urusan Keagamaan Marga dan ditingkat dusun oleh Khatib dibantu oleh Kaum, Kemit Marga untuk urusan keamanan Marga, Proatin dibaca Perwatin sebagai lembaga musyawarah Marga.
Kearifan lokal yang menjadi landasan peri kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat tercermin dalam pasal - pasal dalam Kitab undang-undang Simbur Cahaya, cerita sejarah adat, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.  Hal-hal tersebut mengatur masyarakat meskipun secara tidak tertulis. Mengatur tentang tata pemerintahan, norma dan etika sosial adab bujang gadis, adab perkawinan, aturan perekonomian, perdagangan, peternakan, perkebunan, perburuan, pemanfaatan hutan, keagamaan, peradilan.
Dihapuskannya Sistem Pemerintahan Marga di Sumatera Selatan melalui Surat Keputuasn Gubernur Sumatera Selatan No.1539/KPTS/III/1983. tentang penghapusan sistem Marga di Sumatera Selatan, tertanggal 15 Maret 1983. 

Demikian kajian marga sumsel semoga bermanfaat bagi para pengunjung dan terima kasih atas kunjungannya ke blog kami

Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar