Pembentukan
marga mengacu pada Undang-undang Simbur Cahaya, yaitu suatu kodifikasi
ketentuan hukum kerajaan yang berlaku abad ke-17 di wilayah Kesultanan
Palembang. Kodifikasi undang-undang itu dilakukan oleh Ratu Sinuhun Sending,
permaisuri Sultan Sending Kenayan (1629 – 1636).
Hierarki pemerintahan di bawah sultan terdiri dari daerah-daerah yang dipimpin pejabat setingkat gubernur masa sekarang yang disebut Rangga, Kerangga, atau Tumenggung. Wilayah kekuasaannya disebut Ketemenggungan. Daerah kekuasaan Rangga terdiri beberapa Marga yang dipimpin Pesirah Marga. Para pesirah yang banyak berjasa kepada sultan diberi gelar Adipati atau Depati. Sebuah marga terdiri sejumlah desa yang dipimpin Kerio atau Proatin. Kepala desa yang di desanya terdapat Pesirah tidak disebut Kerio tetapi disebut Pembarap. Kedudukan pembarap sedikit lebih tinggi dari kerio, karena pembarap juga merupakan wakil Pesirah.
Hierarki pemerintahan di bawah sultan terdiri dari daerah-daerah yang dipimpin pejabat setingkat gubernur masa sekarang yang disebut Rangga, Kerangga, atau Tumenggung. Wilayah kekuasaannya disebut Ketemenggungan. Daerah kekuasaan Rangga terdiri beberapa Marga yang dipimpin Pesirah Marga. Para pesirah yang banyak berjasa kepada sultan diberi gelar Adipati atau Depati. Sebuah marga terdiri sejumlah desa yang dipimpin Kerio atau Proatin. Kepala desa yang di desanya terdapat Pesirah tidak disebut Kerio tetapi disebut Pembarap. Kedudukan pembarap sedikit lebih tinggi dari kerio, karena pembarap juga merupakan wakil Pesirah.
Marga dipimpin oleh Pesirah
sebagai Kepala Marga, Pembarap dan Krio sebagai Kepala dusun, Lebai Penghulu
untuk urusan Keagamaan Marga dan ditingkat dusun oleh Khatib dibantu oleh Kaum,
Kemit Marga untuk urusan keamanan Marga, Proatin dibaca Perwatin sebagai lembaga musyawarah Marga.
Kearifan lokal yang menjadi
landasan peri kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat
tercermin dalam pasal - pasal dalam Kitab undang-undang Simbur
Cahaya, cerita sejarah adat, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Hal-hal tersebut mengatur masyarakat meskipun secara tidak tertulis. Mengatur
tentang tata pemerintahan, norma dan etika sosial adab bujang gadis, adab
perkawinan, aturan perekonomian, perdagangan, peternakan, perkebunan,
perburuan, pemanfaatan hutan, keagamaan, peradilan.
Dihapuskannya Sistem
Pemerintahan Marga di Sumatera Selatan melalui Surat Keputuasn Gubernur
Sumatera Selatan No.1539/KPTS/III/1983. tentang penghapusan sistem Marga di
Sumatera Selatan, tertanggal 15 Maret 1983.
Demikian kajian marga sumsel semoga bermanfaat bagi para pengunjung dan terima kasih atas kunjungannya ke blog kami
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Demikian kajian marga sumsel semoga bermanfaat bagi para pengunjung dan terima kasih atas kunjungannya ke blog kami
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar