Tulisan ini sekelumit tentang Prosesi pernikahan adat desa Jiwa Baru.
Desa Jiwa Baru gabungan (dua) desa yaitu Baru Lubai dan Kurungan Jiwa,
bagian dari wilayah kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim provinsi
Sumatera Selatan. Terletak pada dataran rendah, dilintasi oleh Sungai
Lubai. Jarak dari kota Palembang 120 km, jarak dari kota Batu Raja 70 km, jarak dari kota Muara Enim 90 km.
Mayoritas penduduknya adalah etnis Lubai masuk rumpun suku Melayu Palembang. Bahasa
yang digunakan adalah mirip bahasa Melayu Deli. Agama yang dianut
masyarakat desa Jiwa Baru mayoritas Islam. Mata pencaharian adalah
petani Kebun Karet dan kebun Nanas serta kebun buah-buahan.
Adat pernikahan di daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku asli Lubai. Prosesi pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain : Tahap Resepsi Pernikahan.
Adat pernikahan di daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku asli Lubai. Prosesi pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain : Tahap Resepsi Pernikahan.
Sedekah pengantin tradisi suku Lubai terdiri dari : Akad Nikah, Malam Hiburan Keluarga dan Hari Resepsi Pernikahan. Hari Resepsi Pernikahan adat Suku Lubai sebagai berikut :
Waktu dan tempat pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pada hari Minggu dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 WIB. Tempat pelaksanaan : bangsal sedekah pengantin. Adapun tamu undangan terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta kaum kerabat yang berdatangan dari luar desa Jiwa Baru seperti dari kota Prabumulih, kota Palembang, kota Muara Enim, kota Baturaja, kota Bandar Lampung dan sebagainya. Apabila masyarakat desa Jiwa Baru yang tidak mendapat undangan pesta Resepsi Pernikahan, hanya dapat menonoton dari kejauhan yaitu diluar bangsal.
Susunan acara pesta resepsi pernikahan :
- Kedua mempelai pengantin Putera dan Puteri diringi keluarga nya keluarga untuk menuju tenda tempat pesta Resepsi Pernikahan. Pantun bersahut adat desa Jiwa Baru dilantunkan, suatu acara adat sebelum mempelai telah duduk bersanding.
- Tari singgasana yang merupakan modifikasi dari tari gending Sriwijaya, yang ditampilkan diatas panggung dihadapan tamu kehormatan.
- Pembukaan oleh protokol.
- Kata sambutan tuan rumah.
- Kata sambutan yang mewakili keluarga mempelai.
- Kata sambutan mewakili tamu undangan.
- Kata sambutan dari pemerintahan desa Jiwa Baru.
- Hiburan dari Orkes ataupun Organ Tunggal sebanyak 3 (tiga) lagu berturut-turut.
- Pelelangan Kue dan Ayam Bakar yang disebut dengan lelang Ongkol. Acara lelang ini berlangsung selama 1 (satu) jam. Menurut adat desa Jiwa Baru, tamu undangan tidak memberikan bingkisan berupa uang di dalam sampul/amplop tetapi melalui acara lelang ini. Uang yang terkumpul lansung disebutnya jumlahnya. Sehingga masyarakat pedesaan dan tamu undangan dapat mengetahui berapa uang yang terkumpul. Sungguh unik dan heboh acara pelelangan Kue dan Ayam Bakar.
- Tari pengiring pengantin dari bapak-bapak keluarga mempelai dan tamu undangan yang dihormati, dengan kata lain tidak semua tamu undangan yang hadir diperkenankan untuk menari.
- Tari pengiring pengantin dari ibu-ibu keluarga mempelai dan tamu undangan yang dihormati, dengan kata lain tidak semua tamu undangan yang hadir diperkenankan untuk menari.
- Santapan siang tempatnya bukan didalam bangsal melainkan disediakan tempat khusus.
Tinjauan aspek hukum Islam
Hukumnya sunnah
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ
“Tidaklah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika
menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan
ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara
walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no. 3489)
Kapan saja
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dan beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 74: “Diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih Al-Bukhari secara makna.”)
Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
“Sejelek-jelek
makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah
tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak
diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Musik Rebana
Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara gemerincing-, ed.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus Sunnah 9/47,48)
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha yang mengisahkan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkannya. (HR. Al-Bukhari no. 5148)
Mendoakan kedua mempelai
Disunnahkan
bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai
dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَنَّ
النَّبِيَّّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا
تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ
بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Adalah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang
menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan
memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa acara resepsi pernikahan adat suku Lubai secara umum tidak ada yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, oleh sebab itu resepsi pernikahn suku Lubai boleh saja dilestarikan. Namun demikian yang perlu disesuaikan adalah acara lelang ongkol dan penempatan kaum hawa dan kaum adam sebaiknya jangan ditempatkan pada satu tempat. Sebaiknya dibuatkan tempat terpisah antara kaum adam dan kaum hawa, agar nilai nilai Islam dapat kita aplikasikan pada adat pernikahan suku Lubai.
Semoga kajian resepsi pernikahan adat suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan resepsi pernikahan anak keturunan suku Lubai. Apabila diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apabila dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa acara resepsi pernikahan adat suku Lubai secara umum tidak ada yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, oleh sebab itu resepsi pernikahn suku Lubai boleh saja dilestarikan. Namun demikian yang perlu disesuaikan adalah acara lelang ongkol dan penempatan kaum hawa dan kaum adam sebaiknya jangan ditempatkan pada satu tempat. Sebaiknya dibuatkan tempat terpisah antara kaum adam dan kaum hawa, agar nilai nilai Islam dapat kita aplikasikan pada adat pernikahan suku Lubai.
Semoga kajian resepsi pernikahan adat suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan resepsi pernikahan anak keturunan suku Lubai. Apabila diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apabila dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar