Selasa, 22 September 2015

perkawinan lari

Perkawinan lari terjadi di suatu lingkungan masyarakat adat yang terjadi dalam masyarakat adat Batak (mangaluwa), Bali (ngerorod, merangkat), Bugis (silariang), Ogan (sebambangan), Lubai (Maling lahi). Sebenarnya perkawinan lari bukanlah bentuk perkawinan melainkan merupakan sistem pelamaran. 

Sistem perkawinan lari dapat dibedakan antara perkawinan lari bersama dan perkawinan lari paksaan. Perkawinan lari bersama adalah perbuatan berlarian untuk melaksanakan perkawinan atas persetujuan si gadis. Cara melakukan berlarian tersebut ialah bujang gadis sepakat melakukan kawin lari pada waktu yang sudah ditentukan melakukan lari bersama atau si gadis secara diam-diam diambil kerabat pihak bujang dari tempat kediamannya, atau si gadis datang sendiri ke tempat kediaman pihak bujang. Segala sesuatunya berjalan menurut tata tertib adat berlarian.

Perkawinan lari paksaan (Belanda: schaak-huwelijk, lampung: dibembangkan, ditekep, ditenggang, Bali: melegandong) adalah perbuatan melarikan gadis dengan akal tipu, atau dengan paksaan atau kekerasan, tidak atas persetujuan si gadis dan tidak menurut tata tertib adat berlarian. 

Perkawinan lari bersama biasanya dilakukan dengan mengikuti tata tertib adat berlarian setempat. Di kalangan masyarakat Lampung beradat pepadun setidaknya-tidaknya gadis yang pergi berlarian harus meninggalkan tanda kepergiannya berupa surat atau sejumlah uang, pergi menuju ke tempat kediaman kepala adat bujang, kemudian pihak bujang mengadakan pertemuan kerabat dan mengirim utusan untuk menyampaikan permintaan maaf dan memohon penyelesaian yang baik dari pihak kerabat wanita, lalu diadakan perundingan kedua pihak.

Di lingkungan Dayak Ngaju Kalimantan berlaku adat si gadis mendatangi rumah bujang untuk memaksakan perkawinan atau sebaliknya si bujang mendatangi rumah gadis dengan membawa barang-barang pemberian meminta dikawinkan, jika pihak gadis menolak atau pihak gadis harus mengganti senilai barang pemberiannya dan dapat pula terjadi si bujang ketika berada di rumah gadis dikurung sampai pagi lalu gadis memaksa untuk dikawinkan dengan pemuda itu.

Aplikasi Perkawinan lari
  • Si gadis dilarikan oleh si bujang ke rumah kepala pemerintahan desa. Pada waktu melarikan itu si bujang biasanya dibantu oleh beberapa ssanak saudara si bujang dengan secara rahasia;
  • Saat si gadis itu akan pergi, harus meninggalkan uang yang diberi oleh si bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis dan meninggalkan surat;;
  • Apabila si gadis telah sampai di rumah kepala pemerintahan desa, sanak saudara si bujang memberitahukan kepada pihak keluarga si gadis;
  • Selama si gadis sudah berada di rumah kepala pemerintahan desa, maka si gadis tesebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si gadis untuk diambil kembali;
  • Sanak saudara si bujang mengunjungi rumah si gadis menerangkan kesalahan-kesalahan dan meminta maaf. Dalam bahasa Lubai disebut dudukan kesalahan si bujang
  • Apabila didalam musyawarah keluarga si bujang dan si gadis  telah ada kta sepakat, maka ditentukanlah waktu aqad nikah.
Kesimpulan

Faktor atau alasan yang menyebabkan terjadinya adat kawin lari suku Lubai adalah faktor ekonomi dan faktor tidak adanya persetujuan dari orang tua. Tata-cara kawin lari suku Lubai masa lalu ada dan ditaati oleh masyarakat
suku Lubai. Mereka beranggapan bahwa tata-cara adat kawin lari syah menurut norma sosial yang berlaku pada masyarakat tetapi mencenderai kemaslahatan dan ketertiban masyarakat tersebut. 

Tidak ada nâs yang mengatakan bahwa adat kawin lari itu halal atau haram. Dengan demikian pada dasarnya aturan tersebut adalah mubah dan boleh dilakukan oleh masyarakat suku Lubai. Walaupun demikian, adat kawin lari melanggar norma sosial dalam masyarakat.

Kondisi sosial dan karakter masyarakat pada suatu masa dan tempat berbeda dengan masa dan tempat lain, oleh karena itu perlu dipahami seluruh kondisi sosial suatu masyarakat dalam menetapkan hukum. Dan apa yang terlihat irasional dalam suatu masyarakat, bisa jadi dipandang sebagai keluhuran akal pikiran pada masyarakat lainnya. 

Demi menciptakan masyarakat yang tenteram dan damai terutama dalam berkeluarga, harus ada keterbukaan, dengan adanya sikap saling terbuka tersebut satu sama lainnya bisa saling mengerti keinginan dari masing-masing pihak, maka perselisihan bisa diminimalisir. 


Walaupun adat suku Lubai kawin lari syah menurut hukum Islam, tapi hal ini tidak sesuai dengan etika masyarakat sebagai mahluk sosial karena ada beberapa hak yang dilanggar di dalam pelaksanaan adat  kawin lari.


Semoga kajian perkawinan lari adat pernikahan suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan sanak keluarga suku Lubai, apabila akan melaksanakan kawin lari. Apa yang diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apa yang dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.

Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar