Syariat
nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit.
Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan
persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena
paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan
kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat
pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah
menjadi budaya atau adat istiadat.
Adat pernikahan di
daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai
karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku
asli Lubai. Proses pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain : Ngicau dudul
Pengertian Ngicau dudul
Kata Ngicau bukan bunyi nyanyian burung berkicau. Ngicau dalam bahasa Lubai berarti mengaduk. Ngicau dudul artinya mengaduk dodol.
Ngicau dudul adalah tahap kelima prosesi pernikahan/perkawinan adat suku Lubai. Tahap ini keluarga si bujang dengan dibantu kaum kerabatnya membuat dodol. Mengapa tahap ini disebut ngicau dudul, karena proses pembuatan dodol memakan waktu yang lama kurang lebih 4 jam. Dalam waktu 4 jam kurang lebih ngaduk adonan kental lengket berbahan utama santan dan tepung di kuali/wajan besar diatas bara tungku api secara bergantian. Agar proses pembuatan dodol ini dapat berjalan dengan lancar dan dalam suasana kegembiraan maka acara ini banyak melibatkan kaum kerabat calon mempelai laki-laki. Kaum kerabat sambil mengaduk dodol, biasanya bercengkerama antar mereka.
Ngicau dudul yang sering dilaksanakan sebanayk 5 kuali dan masing-masing kuali diaduk oleh 3 orang bersamaan. Alat pengaduk dodol adalah menggunakan kayu yang dibuat mirip pengayuh sampan. Mengapa harus diaduk terus-menerus? Karena untuk memperoleh dodol yang baik, adonan harus diaduk tanpa henti agar adonan dodol tidak lengket di dasar kuali.
Acara ngicau dudul membuat tubuh letih, lesu dan lelah. Walaupun pengadukan dodol dilakukan bersama-sama dan bergantian, tapi tangan terasan pegel dikarenakan ngaduk adonan dodol. Bara api yang menyala-nyala membikin badan gerah dan asapnya yang bikin mata perih.
Waktu dan tempat pelaksanaan
Waktu pengadukan dodol atau dalam bahasa Lubai disebut ngicau dudul adalah tahap ke lima. Setelah tahap madukan rasan berjalan lancar, maka dilanjutkan tahap ngicau dudul. Waktu pelaksanaan biasanya 30 hari menjelang akad nikah.
Tempat pelaksanaan ngicau dudul biasanya pada halaman rumah calon mempleia lakai-laki. Beberapa kuali besar dibuatkan tungkunya dari bata bata atau sering juga dibuatkan galian tanah. Kuali besar tersebut dijadikan tempat memasukan tepung ketan, gula merah, gula putih, air dan sebagainya sebelum proses ngicaul dudul dilaksanakan. Kuali besar dalam bahasa Lubai disebut Kawah.
Kata Ngicau bukan bunyi nyanyian burung berkicau. Ngicau dalam bahasa Lubai berarti mengaduk. Ngicau dudul artinya mengaduk dodol.
Ngicau dudul adalah tahap kelima prosesi pernikahan/perkawinan adat suku Lubai. Tahap ini keluarga si bujang dengan dibantu kaum kerabatnya membuat dodol. Mengapa tahap ini disebut ngicau dudul, karena proses pembuatan dodol memakan waktu yang lama kurang lebih 4 jam. Dalam waktu 4 jam kurang lebih ngaduk adonan kental lengket berbahan utama santan dan tepung di kuali/wajan besar diatas bara tungku api secara bergantian. Agar proses pembuatan dodol ini dapat berjalan dengan lancar dan dalam suasana kegembiraan maka acara ini banyak melibatkan kaum kerabat calon mempelai laki-laki. Kaum kerabat sambil mengaduk dodol, biasanya bercengkerama antar mereka.
Ngicau dudul yang sering dilaksanakan sebanayk 5 kuali dan masing-masing kuali diaduk oleh 3 orang bersamaan. Alat pengaduk dodol adalah menggunakan kayu yang dibuat mirip pengayuh sampan. Mengapa harus diaduk terus-menerus? Karena untuk memperoleh dodol yang baik, adonan harus diaduk tanpa henti agar adonan dodol tidak lengket di dasar kuali.
Acara ngicau dudul membuat tubuh letih, lesu dan lelah. Walaupun pengadukan dodol dilakukan bersama-sama dan bergantian, tapi tangan terasan pegel dikarenakan ngaduk adonan dodol. Bara api yang menyala-nyala membikin badan gerah dan asapnya yang bikin mata perih.
Waktu dan tempat pelaksanaan
Waktu pengadukan dodol atau dalam bahasa Lubai disebut ngicau dudul adalah tahap ke lima. Setelah tahap madukan rasan berjalan lancar, maka dilanjutkan tahap ngicau dudul. Waktu pelaksanaan biasanya 30 hari menjelang akad nikah.
Tempat pelaksanaan ngicau dudul biasanya pada halaman rumah calon mempleia lakai-laki. Beberapa kuali besar dibuatkan tungkunya dari bata bata atau sering juga dibuatkan galian tanah. Kuali besar tersebut dijadikan tempat memasukan tepung ketan, gula merah, gula putih, air dan sebagainya sebelum proses ngicaul dudul dilaksanakan. Kuali besar dalam bahasa Lubai disebut Kawah.
Dodol adalah penganan manis dari Indonesia juga Malaysia. Proses pembuatan dodol bermutu tinggi memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan keahlian khusus. Bahan utama membuat dodol adalah santan kelapa, tepung ketan, gula pasir, gula merah, dan garam. Bahan tambahan pada dodol menentukan rasa. Dodol dari durian disebut dodol durian, dodol dari sirsak disebut dodol sirsak, dodol dari nangka disebut dodol nangka, dodol dari ketan dodol ketan.
Dilihat dari pembuatan dodol, ternyata tersirat makna sosial. Karena begitu sulit dalam membuat dodol,
maka semangat gotong royong, keriangan dan semangat persaudaraan
diperlukan dalam pembuatannya. Maka tak heran masyarakat suku Lubai
begitu menganggap pembuatan dodol merupakan kerja tim dan bertujuan mempererat tali persaudaraan.
Proses pembuatan dodol
Mula-mula
siapkan wajan yang agak besar kemudian masak santan kental, gula merah,
gula pasir, daun panda, serta garam hingga mendidih. Setelah mendidih
angkat dan diamkan santan dengan api kecil kemudian buang daun
pandannya. Setelah
itu siapkan wadah atau baskom kecil kemudian campurkan santan encer,
tepung ketan serta tepung beras lalu aduk hingga rata.
Untuk selanjutnya, dodol harus diaduk agar gelembung-gelembung udara yang terbentuk tidak meluap keluar dari kuali sampai saat dodol tersebut matang dan siap untuk diangkat. Yang terakhir, dodol tersebut harus didinginkan dalam periuk yang besar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan rasa yang sedap, dodol harus berwarna coklat tua, berkilat dan pekat. Setelah didinginkan, dodol tersebut bisa dipotong-potong dan dimakan.
Kesimpulan
Kondisi sosial dan karakter masyarakat pada suatu masa dan tempat berbeda dengan masa dan tempat lain, oleh karena itu perlu dipahami seluruh kondisi sosial suatu masyarakat dalam menetapkan hukum. Dan apa yang terlihat irasional dalam suatu masyarakat, bisa jadi dipandang sebagai keluhuran akal pikiran pada masyarakat lainnya.
Demi menciptakan masyarakat yang tenteram dan damai terutama dalam
berkeluarga, harus ada keterbukaan, dengan adanya sikap saling terbuka
tersebut satu sama lainnya bisa saling mengerti keinginan dari
masing-masing pihak, maka perselisihan bisa diminimalisir.
Walaupun adat pernikahan suku Lubai ada tahapan ngicau dudul menurut hukum Islam tidak ada nashnya, tapi hal ini sesuai dengan etika
masyarakat sebagai mahluk sosial, bahwa pelaksanaan adat suku Lubai ini
bertujuan membuat suasana gembira menjelang hari akad nikah dilaksanakan. Apabila tidak terlalu memberatkan pihak keluarga si bujang, sangatlah wajar apabila tahapan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan yang ada. Tahapan ngincau dudul ini telah dilaksanakan sejak masa nenek moyang suku Lubai dahulu, sampai dengan sekarang ini. Namun saat ini acara ngicau dudul tidak seramai masa dahulu, dikarenakan tidak semua keluarga si bujang melaksanakan pembuatan dodol sendiri, melainkan langsung membeli dodol yang ada dipasaran atau memesan kepada penyedia jasa pembuatan dodol.
Semoga kajian ngicau dudul tahapan kelima pernikahan adat suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan pernikahan adat suku Lubai. Apabila diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apabila dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog
kami.
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar