Bentuk perkawinan bebas atau perkawinan mandiri pada umumnya berlaku di
lingkungan masyarakat adat yang bersifat parental (keorangtuaan) seperti
berlaku di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Aceh, Melayu, Kalimantan,
Sulawesi.
Bentuk perkawinan ini sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974, di
mana kedudukan dan hak suami dan istri berimbang, suami adalah kepala
keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Setelah perkawinan suami dan
istri pisah dari orang tua dan keluarga masing-masing. Orang tua kedua
pihak hanya memberi bekal (sangu) bagi kelanjutan hidup rumah tangga
kedua mempelai dengan harta pemberian atau warisan sebaga harta bawaan
ke dalam perkawinan. Sebelum perkawinan orang tua hanya memberi nasihat,
petunjuk memilih jodoh dan setelah perkawinan hanya mengawasi kehidupan
rumah tangga anaknya yang sudah menikah.
Di dalam masyarkat parental
bisa saja terjadi perkawinan ganti suami apabila suami wafat, di mana
istri kawin lagi dengan saudara suami atau terjadi perkawinan ganti
istri apabila istri wafat, di mana suami kawin lagi dengan saudara
istri. Tapi hal ini bukan merupakan suatu keharusan sebagaimana dalam
masyarakat patrilinial ataupun masyarakat matrilinial.
Semoga kajian perkawinan mandiri bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan pernikahan adat suku Lubai, agar tidak bertentang dengan syariat Islam. Apa yang diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apa yang dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar